Menguak Skandal Perjudian di Steam Marketplace

Steam saat ini sudah banyak digunakan bukan hanya untuk membeli game, namun juga transaksi item yang melibatkan uang virtual ataupun uang asli. Steam sudah menjadi toko online khusus untuk game, bagi yang ingin mendapatkan aplikasi game dengan cepat tanpa butuh konsol bisa membelinya di steam.

Dalam waktu singkat game akan bisa didownload dan diinstall tanpa harus melakukan pertemuan dengan penjual. Ini akan mempermudah siapa saja yang ingin membeli game dengan instan, namun dibalik kesuksesan steam ada beberapa hal yang negatif yang mengarah pada bisnis kotor, ilegal dan perjudian.

Para pengguna setia Steam tentunya sudah tak asing lagi dengan fitur Steam Marketplace. Sejak fitur ini diluncurkan pada tahun 2012, siapa pun bisa melakukan jual beli in-game item secara bebas di Steam. 

Steam memiliki komunitas game online yang sangat besar, sehingga Steam Marketplace tumbuh subur dan melambungkan tingkat perputaran uang di platform milik Valve tersebut.

Pada waktu yang bersamaan, ajang esport dunia juga mengalami pertumbuhan begitu pesat. Valve menggelar turnamen Dota 2 The International pertama pada tahun 2011, dan skala turnamen tersebut terus membesar dari tahun ke tahun. 

Counter Strike: Global Offensive juga memiliki panggung esport sendiri dengan hadiah mencapai jutaan dolar.

Layaknya olah raga profesional lain, popularitas esport kemudian memunculkan “bisnis sampingan” di Steam Marketplace, yaitu perjudian. Melalui artikel ini saya akan mengajak kamu mengintip maraknya dunia judi tersebut, dampaknya pada dunia esport, serta kasus-kasus kontroversial yang disebabkannya. Mari kita mulai.

1. Hilangnya batas antara harta virtual dan harta riil

Kegiatan jual beli in-game item menggunakan uang sungguhan bukanlah hal baru dalam dunia game online. Sejak era game jadul seperti Ragnarok Online dan Gunbound, praktik yang disebut real money trading atau RMT sudah banyak terjadi. Bedanya, RMT di era itu umumnya dilarang oleh penerbit game, sementara Steam justru memfasilitasinya.

Keputusan Steam ini tentunya bukan tanpa manfaat. Daripada melarang RMT yang sudah tak bisa dihindarkan, meregulasi transaksi demi menghindari penipuan adalah langkah yang lebih baik untuk para konsumen. Pihak Steam juga mendapat keuntungan, sebab mereka memungut potongan biaya sebesar 10-15 persen untuk setiap transaksi yang terjadi.

Apabila aliran uang berhenti sampai sini, sebetulnya tidak ada masalah. Uang bisa masuk ke Steam Marketplace, namun tidak bisa keluar. Steam Marketplace menjadi ruang tertutup di mana harta nyata bisa diubah menjadi benda virtual, namun tidak sebaliknya. Sayangnya kenyataan tidak senaif itu.

Steam Marketplace punya dua keistimewaan. Pertama, layanan ini memanfaatkan OpenID dengan API yang bisa didapatkan secara bebas. Artinya siapa pun bisa membuat situs atau layanan third party untuk melakukan transaksi Steam Marketplace dari luar sistem.

2. Counter Strike: Global Offensive jadi pilihan

Counter Strike: Global Offensive (CS:GO) adalah salah satu game Steam yang mendapat fitur jual beli lewat Steam Marketplace. Dalam mengimplementasikan sistem ekonomi CS:GO, Valve benar-benar tidak main-main. 

Mereka melakukan riset mendalam untuk menentukan konten apa saja yang diminati para gamer, serta mengambil pelajaran dari Dota 2 dan Team Fortress 2 yang lebih dahulu sukses.

Valve akhirnya memutuskan untuk menerapkan weapon skin sebagai in-game item di CS:GO. Proses implementasinya dilakukan dengan cara yang unik, sehingga mereka bisa memproduksi banyak skin dalam waktu singkat, namun tetap mempertahankan nilai estetika dan kemewahan yang tinggi. 

Proses lengkapnya bisa kamu simak lewat arsip presentasi Game Developer Conference 2014 di tautan ini.

Valve menerapkan simulasi berbagai jenis pengecatan senjata di dunia nyata, lalu memberi “bumbu” berupa variasi cacat fisik seolah-olah senjata tersebut pernah mengalami masa pemakaian tertentu. 

Hasilnya adalah penampilan yang cukup realistis, sekaligus memunculkan variasi harga di pasaran. Meski punya skin sama, senjata dalam kondisi sempurna tentu lebih diminati daripada yang terlihat usang, bukan?

Berkat kemunculan weapon skin, popularitas CS:GO meningkat pesat. Saat ini CS:GO telah dimainkan oleh lebih dari 23 juta orang, jumlah yang luar biasa mengingat CS:GO bukan game gratis. 

Popularitas ini, ditambah perkembangan esport, membuat ekonomi weapon skin terus tumbuh, dan secara tidak langsung juga menyuburkan ladang taruhan para pengadu nasib.

Proses judi digital ini tidak dilakukan dengan menggunakan uang secara langsung, tapi dengan cara mempertaruhkan in-game item, misalnya weapon skin CS:GO. Ketika taruhan dimenangkan, si pemain juga tidak akan langsung mendapat uang, tapi akan mendapat weapon skin sesuai nilai taruhannya. Weapon skin tersebut kemudian bisa dijual, atau dicairkan menjadi uang riil lewat situs-situs tertentu.

Cara taruhan yang umum adalah memilih tim esport andalan ketika suatu turnamen sedang berlangsung. Namun ada juga situs judi yang menyediakan metode lebih variatif, misalnya “duel” melawan orang lain dalam adu keberuntungan. 

Kedua pihak mempertaruhkan sejumlah skin, kemudian menebak sisi koin yang sedang berputar. Pemain dengan tebakan benar akan keluar sebagai pemenang.

3. Kontroversi legalitas perjudian

Sebenarnya skema perjudian tidak hanya terjadi di CS:GO, namun CS:GO merupakan lahan judi game pertama sekaligus terbesar di Steam. Salah satu situs judi CS:GO terbesar yaitu CSGO Lounge bahkan sudah aktif sejak tahun 2011, saat CS:GO masih ada di fase tes beta.

Bloomberg menyebutkan bahwa perputaran uang di lahan judi CS:GO mencapai US$2,3 miliar (sekitar Rp30 triliun) pada tahun 2015, dengan jumlah “pemain” lebih dari tiga juta orang.

Di Amerika Serikat sendiri sebetulnya sebagian besar perjudian hukumnya legal, namun ada persyaratannya. Salah satu syarat tersebut adalah pelaku judi harus berada di atas usia minimal (umumnya 18-21 tahun). Judi online sendiri memiliki beberapa regulasi tambahan, misalnya adanya pembatasan transaksi antar negara.

Perjudian yang memanfaatkan Steam Marketplace menjadi kontroversial sebab pasar tersebut terbuka untuk semua orang, tak peduli di mana ia berada atau berapa usianya. Gara-gara hal ini, pada bulan Juni lalu Valve akhirnya dituntut atas tuduhan “memperbolehkan serta mengambil keuntungan dari bisnis judi ilegal”.

Tuntutan tersebut masuk akal, tapi tidak sepenuhnya benar juga. Pada kenyataannya, Valve hanya menyediakan platform jual beli biasa. Pihak ketigalah yang kemudian memanfaatkannya untuk ajang perjudian. Di sisi lain, praktik judi ini sudah berlangsung bertahun-tahun, dan Valve tidak melakukan apa-apa untuk melarangnya.

Valve sudah mengeluarkan pernyataan umum untuk menanggapi isu perjudian ini pada tengah Juli lalu. Dalam pernyataan tersebut, Valve secara eksplisit menyebutkan bahwa:

Valve tidak memiliki hubungan bisnis apa pun dengan situs-situs perjudian.
Valve tidak pernah menerima penghasilan dari situs-situs judi tersebut.
Steam tidak memiliki sistem untuk mengubah in-game item menjadi uang sungguhan.

Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa skema transaksi situs judi online adalah pelanggaran terhadap perjanjian pengguna Steam. Valve pun mengirim peringatan pada situs-situs tersebut, serta mengancam akan mengambil tindakan hukum bila mereka tidak menghentikan operasi judi via Steam. 

Sudah puluhan situs judi yang mendapat “surat cinta” dari Valve, dan banyak di antaranya langsung gulung tikar tanpa perlawanan.

4. Dampak pada dunia esport

Maraknya perjudian esport bukan hanya bermasalah dari segi legalitas, namun juga memberi pengaruh buruk pada iklim kompetitif itu sendiri. 

Pada tahun 2013, pemain profesional Dota 2 bernama Alexei “Solo” Berezin diketahui memasang taruhan melawan timnya sendiri. Gara-gara tindakan ini, Solo dilarang mengikuti turnamen Starladder selama setahun, dan dikeluarkan dari tim roX.KIS.

Insiden Solo kemudian memunculkan jargon “322” dalam dunia esport, diambil dari jumlah kemenangan taruhan Solo sebesar US$322 (sekitar Rp4,2 juta). Masih banyak contoh insiden 322 lainnya yang lebih serius. 

Contohnya tahun 2015 lalu, ketika beberapa anggota Prime—tim profesional StarCraft II asal Korea—ditahan oleh polisi karena tuduhan judi dan manipulasi pertandingan.

Sebagai ladang judi terbesar, manipulasi tentunya juga marak terjadi di dunia CS:GO kompetitif. Salah satunya masih di tahun 2015, terdapat tujuh pemain profesional CS:GO yang mendapat ban seumur hidup gara-gara terlibat praktik perjudian. 

Bahkan game kompetitif yang tergolong minor seperti Super Smash Bros. pun tak luput dari problem serupa.

Game kompetitif minor justru lebih berbahaya, sebab para pemain profesional di dunia tersebut hidupnya lebih susah daripada di kancah game populer. Jumlah turnamen Super Smash Bros. dalam setahun jelas jauh lebih sedikit daripada turnamen Street Fighter atau Dota 2. Uang hadiahnya pun jauh lebih kecil, sehingga sulit dijadikan profesi tetap.

Pemain profesional yang gagal menjadi juara bisa dengan mudah tergoda untuk jatuh dalam dunia judi, apalagi bila ia belum tergabung dalam tim atau belum memiliki sponsor. Terlepas dari legal atau tidak, dari kejadian-kejadian ini kita bisa melihat bahwa perjudian dan manipulasi pertandingan adalah masalah serius yang menggerogoti dunia esport.

5. Skandal penipuan CSGO Lotto

Maraknya perjudian tak hanya merusak dunia esport, tapi juga menimbulkan masalah-masalah lain. Salah satunya yang baru-baru ini cukup menghebohkan adalah skandal penipuan yang dilakukan oleh dua orang YouTuber kondang, yaitu Trevor Martin alias “TmarTn” dan Thomas Cassell alias “ProSyndicate”. 

Keduanya adalah kreator video populer dengan jumlah subscriber total lebih dari sepuluh juta orang.

Martin dan Cassell terkenal banyak membuat video berisi kemenangan besar judi CS:GO, umumnya dengan uang kemenangan mencapai ribuan dolar. 

Melalui video-video tersebut, mereka menunjukkan bahwa judi CS:GO punya peluang tinggi untuk membuat kita jadi kaya mendadak. Baik Martin maupun Cassell sama-sama melakukan kegiatan judinya di sebuah situs judi CS:GO ternama, yaitu CSGO Lotto.

Sebetulnya membuat video judi seperti ini sah-sah saja, karena sifatnya hanya hiburan biasa. Masalahnya, mereka berdua ternyata adalah pemilik sekaligus pendiri situs CSGO Lotto. 

Artinya mereka bisa mengakses situs tersebut lewat “jalan belakang” dan memanipulasi hasil judi sesuka hati. Kemenangan besar yang mereka tunjukkan bukan hasil keberuntungan semata.

Lebih parah lagi, setelah modus penipuan mereka terungkap, Martin dan Cassell tidak mau mengakui kesalahan mereka. Mereka berbohong lebih jauh dengan berkata bahwa mereka bukan pemilik situs CSGO Lotto dari awal, dan baru berinvestasi di situs tersebut setelah lama menjadi pelanggan. Padahal mereka berdua terdaftar sebagai presiden dan wakil presiden, sekaligus pendiri CSGO Lotto.

Martin dan Cassell akhirnya dituntut atas tuduhan “mempromosikan judi ilegal kepada anak-anak di bawah umur”. CSGO Lotto pun menghentikan kegiatan operasionalnya, dan hingga kini mereka berdua masih menjalani proses hukum. 

Skandal CSGO Lotto ini didokumentasikan dengan baik oleh YouTuber lain bernama Ethan Klein.

Modus penipuan rupanya tidak hanya dilakukan oleh CSGO Lotto. Beberapa waktu lalu, seorang streamer di Twitch bernama James “PhantomL0rd” Varga mendapat ban karena diketahui merupakan pemilik situs judi CSGOShuffle.

Fakta ini terkuak gara-gara ada hacker yang berusaha meretas CSGOShuffle, tapi malah menemukan catatan pembicaraan antara Varga dengan programmer situs tersebut. Setelah insiden CSGOShuffle, Twitch mengeluarkan aturan baru yang melarang penggunanya untuk melakukan streaming berisi video perjudian.

6.Takdir di tangan “Lord Gaben”

Pernyataan dari Valve pada Juli lalu merupakan sebuah pukulan besar bagi dunia judi esport, terutama CS:GO. Pernyataan tersebut dengan gamblang menyatakan bahwa kegiatan judi yang memanfaatkan Steam Marketplace adalah ilegal, dan Valve benar-benar serius mengambil tindakan untuk menghapuskan praktik seperti ini.

Beberapa situs judi memang langsung sadar diri dan tutup lapak, tapi mereka yang ngotot atau terseret masuk ke jalur hukum bisa jadi akan mendapat konsekuensi lebih serius. Seandainya larangan operasi hanya datang secara informal pun, melawan perusahaan sebesar Valve jelas bukan ide bagus. Apalagi kalau sampai harus bertarung di meja hijau.

Tergantung dari aksi Valve ke depannya, bulan Juli 2016 bisa jadi akan diperingati sebagai titik matinya dunia judi Steam Marketplace. Bila mereka mau, Valve bisa saja serta-merta memutuskan untuk menutup API Steam Marketplace dari akses luar, dan kalau itu terjadi maka judi CS:GO akan benar-benar punah.

Gonjang-ganjing dunia judi akan lebih seru lagi apabila FTC (Federal Trade Commission, badan perlindungan konsumen di Amerika) memutuskan untuk ikut turun tangan. Sebagai lembaga pemerintah, FTC memiliki hak kuat untuk menentukan legal atau tidaknya transaksi online seperti ini.

Kombinasi aksi Valve dan FTC adalah kunci terpenting untuk menentukan nasib judi esport di masa depan. Saya sendiri berharap skenario ini benar-benar terjadi, supaya praktik judi benar-benar hilang dan ajang esport bisa berjalan mulus bin sportif. 

Tapi selama ini FTC dikenal lambat dalam bertindak, jadi saya ragu FTC akan bergerak dalam waktu dekat. Untuk sekarang, kita hanya bisa melihat dan menunggu.

Referensi :
id.techinasia.com