Perkembangan game dari masa ke masa mengalami peningkatan yang cukup signfikan. Baik dari segi grafis maupun ide permainannya. Dengan dukungan teknologi yang cukup maju, kita dapat merasakan grafis game yang mendekati nyata dan gerakan yang menyerupai makhluk hidup sungguhan.
Namun tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sebagus apapun game pasti ada yang buruk atau gagal.
Siapa sajakah mereka yang pantas disebut sebagai game terburuk ? Tanpa basa-basi lagi, yuk kita bahas bersama-sama apa saja game terburuk.
10. Street Fighter V
Sebenarnya saya “agak” kurang rela menyebut Street Fighter V sebagai game terburuk 2016, karena mekanika permainannya lebih solid (FADC was a mistake) dan secara keseluruhan terasa lebih rapih secara visual dari pendahulunya. Hanya saja tidak bisa dipungkiri kalau langkah Capcom dalam merilis game ini sangatlah buruk.
Kurang lebih peluncuran perdana Street Fighter V itu seperti melihat kerangka berjalan. Tidak ada mode Versus, Arcade dan Story Mode, fitur interaksi map absen kecuali di satu map saja, harus grinding cukup keras untuk mendapat Fight Money, bahkan servernya down terus. Memang akhirnya berkat teknologi internet Capcom berhasil memperbaikinya secara perlahan, tapi kondisi rilis yang menyedihkan membuat saya harus menjadikannya pembuka dalam daftar “Game Terburuk 2016.”
9. Bombshell
Tidak banyak yang bisa saya bahas mengenai Bombshell karena game ini sangat tidak memorable. Berawal sebagai salah satu judul di serial first-person shooter klasik Duke Nukem, Duke Nukem: Mass Destruction, dalam game top-down action RPG ini kamu berperan sebagai perlawanan konsep Duke Nukem sendiri: cewek seksi yang badass bernama Shelly “Bombshell” Harrison.
Sayangnya, konsep yang mungkin bisa menarik itu tidak cukup untuk menjadi pilar pembangun game yang seru dan berakhir sebagai game shooter yang penuh bug, repetitif, membosankan, dan sistem loot yang tidak memberikan variasi permainan yang berarti. “Bad ass” secara harafiah mungkin.
8. Dead or Alive Extreme 3
Game “sesederhana” ini, yang mengutamakan unsur fanservice, harusnya bisa dilengkapi fitur-fitur dari game sebelumnya dan terus ditambahkan fitur baru, bukan? Entah kenapa melalui Dead or Alive Extreme 3, Koei Tecmo membuktikan kalau teori saya barusan salah besar.
Nggak cuma dirilis dengan menghilangkan karakter-karakter lama seperti Tina, Christie, Lisa, dan Leifang, mereka juga dengan sengaja melupakan dua pendatang baru Mila dan Rachel. Dari segi minigame, balap motorboat tidak lagi hadir di judul terbarunya ini.
Saya mengerti kalau game semacam ini hanya mengandalkan karakter seksi (dan kostum DLC untuk meraup duit fans), tapi paling tidak semua fitur dan karakter dari game sebelumnya dibawa juga, lah. Gagal paham blas saya.
7. Assassin's Creed Chronicle: India
Assassin’s Creed Chronicles: India tidak hanya gagal membantu mendiversifikasi dan membangkitkan serial petualangan yang sudah terasa membosankan di mata para gamer saja, tetapi juga membuat game dengan “kamera 2D” semakin tidak atraktif untuk gamer mainstream.
Tidak seperti Mark of The Ninja yang mampu memberikan keleluasan bermain meski “terhambat” desain 2D, game ini terlalu mengandalkan instant failure dan taktik sergapan curang layaknya jump scare dalam film horor sehingga membuat tiap kegagalan menjadi penuh frustrasi dan bukannya membuatmu ingin mencoba lagi.
6. Langrisser Re:Incarnation Tensei
Kalau kamu mencari game strategi RPG untuk mengisi 3DS-mu, sebaiknya mainkan saja Fire Emblem Awakening dan ketiga rute Fire Emblem Fates. Karena judul terbaru dari serial Langrisser ini sebaiknya kamu jauhi sejauh mungkin.
Tidak hanya latar fantasi dan karakter yang terasa sangat generik dan membosankan, sistem combat pun dikuasai oleh pertempuran jarak dekat saja. Serangan sihir sangat tidak efektif. Membuat permainan jadi monoton. Kemudian ditambah dengan animasi dan model karakter chibi selama pertempuran yang terlihat jelek. Yah, genre strategi RPG memang niche, tapi bukan berarti menjadi alasan untuk membuat game yang jelek.
5. The Walking Dead: Michonne
Kemampuan Telltale Games menghadirkan game point and click ke format modern dan menggaet hati para pemainnya memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Akan tetapi, dengan popularitas besar datang pula tanggung jawab yang besar.
Tampaknya saat menggarap The Walking Dead: Michonne, Telltale sudah terlalu sibuk karena baru saja menyelesaikan Tales from Borderlands dan juga menyiapkan Batman. Meski menampilkan karakter yang cukup populer, game The Walking Dead yang satu ini tidak cuma memiliki cerita yang tidak mengesankan tetapi juga “kehadiran” yang sangat minim. Tidak banyak orang yang membahasnya baik saat sebelum ataupun sesudah rilis.
4. Homefront: The Revolution
Saat diumumkan kalau game Homefront akan mendapatkan sekuel, saya rasa tidak ada yang peduli. Bagaimana nggak, game pertamanya saja di bawah rata-rata. Grafisnya biasa saja, efek bayangannya mengerikan, karakternya sangat hambar. Hanya premis super konyol “Amerika Serikat dikuasai Korea Utara”nya saja yang sempat membuat orang-orang menaikkan alis kemudian langsung terlupakan begitu mendengar Total War: Shogun 2 rilis di hari yang sama.
Awalnya bakal digarap Crytek (Crysis 1, Far Cry 1) setelah THQ sang pemilik IP bangkrut, saya sempat berharap setidak-tidaknya Homefront: The Revolution bakal punya grafis yang mantap. Tapi ternyata kemudian diambil-alih Deep Silver dan hasil akhirnya seperti versi lebih menyedihkannya Far Cry 4 saja. This is simply a sequel no one ever asked for.
3. Alekhine's Gun
Game dengan sistem “social stealth” seperti Hitman di mana kamu bisa menyamar dan menghabisi target di depan kerumunan orang tanpa ada yang menyadari memang sangat langka.
Jadi saat nama Alekhine’s Gun melintas sekilas, saya pun berharap sedikit banyak pada judul game baru ini. Apalagi premis game ini cukup unik, menceritakan soal mata-mata Soviet yang direkrut Amerika Serikat selama Perang Dingin. Resep sempuran untuk game stealth seru!
Namun sayangnya, sulit memang untuk bertaruh pada nama yang belum dikenal. Maximum Games selaku developer hanya mampu menyajikan “kloningan” Hitman yang jauh lebih buruk dengan frame rate yang tidak stabil, AI lawan yang sangat buggy, dan cara menyelesaikan misi yang terlalu kaku. Sangat disayangkan.
2. Mighty No. 9
Mighty No. 9 dipelopori oleh Keiji Inafune, sang desainer karakter (dan dianggap sebagai ko-kreator) dari serial paling populer Capcom: Mega Man. Menjanjikan game serupa dengan Mega Man, Inafune pun membawa konsep ini ke Kickstarter untuk meminta dukungan dana dari para fans “Blue Bomber” yang ditinggalkan oleh Capcom. Nothing could go wrong, right?
Of course everything gone wrong.
Game-nya sendiri sebenarnya tidak jelek — meski grafis 3Dnya agak menyedihkan dan kontennya terasa kurang. Tapi Mighty No. 9 diundur sebanyak tiga kali sejak 2015 sebelum akhirnya rilis tahun ini, dan sebelum game-nya rilis Inafune malah membuat proyek film animasi Mighty No. 9 dan game lain lagi, Red Ash, yang tidak jelas juga kabarnya hingga akhir tahun ini. Belum ditambah akhirnya beberapa konsep awal game ini (seperti kemampuan mengopi serangan dari setiap musuh yang ditemui) juga batal masuk ke dalam produk akhirnya. Bagaimana gamer nggak kesal?
1. No Man's Sky
Judul yang satu ini saya rasa tidak perlu diperkenalkan lebih lanjut. Bahkan saat tim Duniaku.net melakukan brainstorming untuk game terburuk 2016, nama game petualangan ini langsung disebut-sebut!
Yah, singkat cerita No Man’s Sky dengan teknologi procedural generation-nya akan menjadi game yang mampu menghadirkan dunia antariksa luas dan kaya akan konten, serta memungkinkan pemain untuk secara tidak sengaja saling bertemu satu sama lain.
Akan tetapi, mereka terlalu ambisius dan sebagian besar janji mereka gagal dipenuhi. Bahkan sang pengembang, Hello Games, sempat “menghilang” dari media sosial selama beberapa minggu. Tapi akhirnya mereka muncul lagi dan memberikan update baru — yang sayangnya sudah sangat terlambat.
Namun tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sebagus apapun game pasti ada yang buruk atau gagal.
Siapa sajakah mereka yang pantas disebut sebagai game terburuk ? Tanpa basa-basi lagi, yuk kita bahas bersama-sama apa saja game terburuk.
10. Street Fighter V
Sebenarnya saya “agak” kurang rela menyebut Street Fighter V sebagai game terburuk 2016, karena mekanika permainannya lebih solid (FADC was a mistake) dan secara keseluruhan terasa lebih rapih secara visual dari pendahulunya. Hanya saja tidak bisa dipungkiri kalau langkah Capcom dalam merilis game ini sangatlah buruk.
Kurang lebih peluncuran perdana Street Fighter V itu seperti melihat kerangka berjalan. Tidak ada mode Versus, Arcade dan Story Mode, fitur interaksi map absen kecuali di satu map saja, harus grinding cukup keras untuk mendapat Fight Money, bahkan servernya down terus. Memang akhirnya berkat teknologi internet Capcom berhasil memperbaikinya secara perlahan, tapi kondisi rilis yang menyedihkan membuat saya harus menjadikannya pembuka dalam daftar “Game Terburuk 2016.”
9. Bombshell
Tidak banyak yang bisa saya bahas mengenai Bombshell karena game ini sangat tidak memorable. Berawal sebagai salah satu judul di serial first-person shooter klasik Duke Nukem, Duke Nukem: Mass Destruction, dalam game top-down action RPG ini kamu berperan sebagai perlawanan konsep Duke Nukem sendiri: cewek seksi yang badass bernama Shelly “Bombshell” Harrison.
Sayangnya, konsep yang mungkin bisa menarik itu tidak cukup untuk menjadi pilar pembangun game yang seru dan berakhir sebagai game shooter yang penuh bug, repetitif, membosankan, dan sistem loot yang tidak memberikan variasi permainan yang berarti. “Bad ass” secara harafiah mungkin.
8. Dead or Alive Extreme 3
Game “sesederhana” ini, yang mengutamakan unsur fanservice, harusnya bisa dilengkapi fitur-fitur dari game sebelumnya dan terus ditambahkan fitur baru, bukan? Entah kenapa melalui Dead or Alive Extreme 3, Koei Tecmo membuktikan kalau teori saya barusan salah besar.
Nggak cuma dirilis dengan menghilangkan karakter-karakter lama seperti Tina, Christie, Lisa, dan Leifang, mereka juga dengan sengaja melupakan dua pendatang baru Mila dan Rachel. Dari segi minigame, balap motorboat tidak lagi hadir di judul terbarunya ini.
Saya mengerti kalau game semacam ini hanya mengandalkan karakter seksi (dan kostum DLC untuk meraup duit fans), tapi paling tidak semua fitur dan karakter dari game sebelumnya dibawa juga, lah. Gagal paham blas saya.
7. Assassin's Creed Chronicle: India
Assassin’s Creed Chronicles: India tidak hanya gagal membantu mendiversifikasi dan membangkitkan serial petualangan yang sudah terasa membosankan di mata para gamer saja, tetapi juga membuat game dengan “kamera 2D” semakin tidak atraktif untuk gamer mainstream.
Tidak seperti Mark of The Ninja yang mampu memberikan keleluasan bermain meski “terhambat” desain 2D, game ini terlalu mengandalkan instant failure dan taktik sergapan curang layaknya jump scare dalam film horor sehingga membuat tiap kegagalan menjadi penuh frustrasi dan bukannya membuatmu ingin mencoba lagi.
6. Langrisser Re:Incarnation Tensei
Kalau kamu mencari game strategi RPG untuk mengisi 3DS-mu, sebaiknya mainkan saja Fire Emblem Awakening dan ketiga rute Fire Emblem Fates. Karena judul terbaru dari serial Langrisser ini sebaiknya kamu jauhi sejauh mungkin.
Tidak hanya latar fantasi dan karakter yang terasa sangat generik dan membosankan, sistem combat pun dikuasai oleh pertempuran jarak dekat saja. Serangan sihir sangat tidak efektif. Membuat permainan jadi monoton. Kemudian ditambah dengan animasi dan model karakter chibi selama pertempuran yang terlihat jelek. Yah, genre strategi RPG memang niche, tapi bukan berarti menjadi alasan untuk membuat game yang jelek.
5. The Walking Dead: Michonne
Kemampuan Telltale Games menghadirkan game point and click ke format modern dan menggaet hati para pemainnya memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Akan tetapi, dengan popularitas besar datang pula tanggung jawab yang besar.
Tampaknya saat menggarap The Walking Dead: Michonne, Telltale sudah terlalu sibuk karena baru saja menyelesaikan Tales from Borderlands dan juga menyiapkan Batman. Meski menampilkan karakter yang cukup populer, game The Walking Dead yang satu ini tidak cuma memiliki cerita yang tidak mengesankan tetapi juga “kehadiran” yang sangat minim. Tidak banyak orang yang membahasnya baik saat sebelum ataupun sesudah rilis.
4. Homefront: The Revolution
Saat diumumkan kalau game Homefront akan mendapatkan sekuel, saya rasa tidak ada yang peduli. Bagaimana nggak, game pertamanya saja di bawah rata-rata. Grafisnya biasa saja, efek bayangannya mengerikan, karakternya sangat hambar. Hanya premis super konyol “Amerika Serikat dikuasai Korea Utara”nya saja yang sempat membuat orang-orang menaikkan alis kemudian langsung terlupakan begitu mendengar Total War: Shogun 2 rilis di hari yang sama.
Awalnya bakal digarap Crytek (Crysis 1, Far Cry 1) setelah THQ sang pemilik IP bangkrut, saya sempat berharap setidak-tidaknya Homefront: The Revolution bakal punya grafis yang mantap. Tapi ternyata kemudian diambil-alih Deep Silver dan hasil akhirnya seperti versi lebih menyedihkannya Far Cry 4 saja. This is simply a sequel no one ever asked for.
3. Alekhine's Gun
Game dengan sistem “social stealth” seperti Hitman di mana kamu bisa menyamar dan menghabisi target di depan kerumunan orang tanpa ada yang menyadari memang sangat langka.
Jadi saat nama Alekhine’s Gun melintas sekilas, saya pun berharap sedikit banyak pada judul game baru ini. Apalagi premis game ini cukup unik, menceritakan soal mata-mata Soviet yang direkrut Amerika Serikat selama Perang Dingin. Resep sempuran untuk game stealth seru!
Namun sayangnya, sulit memang untuk bertaruh pada nama yang belum dikenal. Maximum Games selaku developer hanya mampu menyajikan “kloningan” Hitman yang jauh lebih buruk dengan frame rate yang tidak stabil, AI lawan yang sangat buggy, dan cara menyelesaikan misi yang terlalu kaku. Sangat disayangkan.
2. Mighty No. 9
Mighty No. 9 dipelopori oleh Keiji Inafune, sang desainer karakter (dan dianggap sebagai ko-kreator) dari serial paling populer Capcom: Mega Man. Menjanjikan game serupa dengan Mega Man, Inafune pun membawa konsep ini ke Kickstarter untuk meminta dukungan dana dari para fans “Blue Bomber” yang ditinggalkan oleh Capcom. Nothing could go wrong, right?
Of course everything gone wrong.
Game-nya sendiri sebenarnya tidak jelek — meski grafis 3Dnya agak menyedihkan dan kontennya terasa kurang. Tapi Mighty No. 9 diundur sebanyak tiga kali sejak 2015 sebelum akhirnya rilis tahun ini, dan sebelum game-nya rilis Inafune malah membuat proyek film animasi Mighty No. 9 dan game lain lagi, Red Ash, yang tidak jelas juga kabarnya hingga akhir tahun ini. Belum ditambah akhirnya beberapa konsep awal game ini (seperti kemampuan mengopi serangan dari setiap musuh yang ditemui) juga batal masuk ke dalam produk akhirnya. Bagaimana gamer nggak kesal?
1. No Man's Sky
Judul yang satu ini saya rasa tidak perlu diperkenalkan lebih lanjut. Bahkan saat tim Duniaku.net melakukan brainstorming untuk game terburuk 2016, nama game petualangan ini langsung disebut-sebut!
Yah, singkat cerita No Man’s Sky dengan teknologi procedural generation-nya akan menjadi game yang mampu menghadirkan dunia antariksa luas dan kaya akan konten, serta memungkinkan pemain untuk secara tidak sengaja saling bertemu satu sama lain.
Akan tetapi, mereka terlalu ambisius dan sebagian besar janji mereka gagal dipenuhi. Bahkan sang pengembang, Hello Games, sempat “menghilang” dari media sosial selama beberapa minggu. Tapi akhirnya mereka muncul lagi dan memberikan update baru — yang sayangnya sudah sangat terlambat.
Referensi :
duniaku.net