Review The Lost City of Z, Kisah Nyata Pencari Kota Emas

 
Sekilas film ini mengingatkan kita  pada film zombie yang dibintangi Bradd Pitt berjudul “World War Z” sama-sama menggunakan huruf Z dibelakangnya, namun tidak seperti yang kita harapkan, The Lost City of Z justru mengambil tema historis yang jauh dari modernitas apalagi para zombie hasil percobaan rekayasa. 

Diperankan oleh seorang aktor dalam film Pasific Rim, The Lost City of Z menceritakan kisah nyata perjalanan seorang prajurit zaman kolonial dalam mencari kota misterius yang diberi nama kota “Z”.

Dalam film tersebut kita diajak ke masa lalu, tahun 1923, bahkan saat itu Indonesia belum merdeka, prajurit berprestasi bernama Percy Fawcett (Charles Matthew Hunnam) yang baru saja naik pangkat mendapat tugas berat dari pimpinan, dia diharuskan menjadi seorang penjelajah, memetakan wilayah hutan lebat di sungai Amazon.

Apakah dia mau menerimanya langsung? tentu saja tidak, namun setelah dijanjikan imbalan yang lebih berharga dari uang yaitu mengembalikan kembali kehormatan keluarganya, maka tugas ini adalah peluang yang bagus baginya. Dengan didanai oleh bankir ulung Rockfeller, Fawcett menemui takdirnya bersama rekannya Henry Costin (Robert Pattinson) menjelajahi hutan Amazon.

Seperti yang dikatakan banyak orang, hutan bukanlah tempat yang cocok bagi kita, Fawcett dan rombongannya harus merasakan kerasnya tinggal di hutan, masalahnya bukan pada hewan liar atau makanan, namun orang pedalaman yang siap membantai siapa saja yang mendekati wilayahnya.

Baca Juga :

Setelah melewati perjalanan berat, mereka bukan hanya berhasil menyelesaikan tugas, namun juga menemukan sebuah pecahan keramik kuno di pedalaman hutan, diperkirakan ada kota terpendam disana dan mungkin saja ada peninggalan berupa emas.

Setelah pulang ke rumahnya Fawcett teringat dengan keramik yang ditemukannya muncul rasa penasaran dibenaknya. Bagi Fawcett menyelesaikan tugas saja tidak cukup dia bertekad kembali ke hutan. 

“Pengembangan ilmu pengetahuan lebih berharga daripada nyawa” mungkin itu yang ada dipikirannya sampai-sampai hutan yang penuh orang primitif dan ganas yang siap membunuh kapan saja, tidak mengurungkan niatnya untuk kembali.

Akhir ceritanya tidak seperti drama atau sinetron yang sepanjang apapun episodenya akan berujung pada happy ending. Terlalu yakin terkadang tidak selalu baik, seperti yang dialami Fawcett, di akhir cerita dia mengajak anaknya Jack Fawcett (Thomas Stanley Holland, pemeran film spiderman homecoming) kembali ke hutan amazon namun naas mereka tak pernah kembali. 

Istrinya tidak berhenti berharap mereka kembali, namun begitulah kehidupan seperti dalam hukum Murph, apapun yang mungkin terjadi maka bisa saja terjadi.

Setelah bertahun-tahun kemudian, para Ilmuwan meneliti kembali daerah hutan di Amazon, mereka menemukan temuan yang mengejutkan mungkin saja itulah yang dimaksud Fawcett tentang kota Z. Kisahnya yang epic dan cukup menghibur tidak membuat bosan siapa saja yang menontonnya.

Suasananya didominasi dengan penderitaan dan kesedihan, Jack Fawcett yang diperankan oleh pemain Spiderman Homecoming menjadi daya tarik tersendiri meskipun hanya muncul sebentar di akhir film.

Akting para tokoh yang menjiwai membuat kita ikut terharu melihat kisah perjuangan para kolonial yang siap mati demi kemajuan negaranya. Edegan gore bisa kita ditemukan di tengah cerita seperti kanibalisme dan pembunuhan, cukup untuk menggambarkan kehidupan orang pedalaman yang primitif, ngeri sekaligus menakutkan.